Jumat, 22 April 2016

MAKALAH KEMARITIMAN INDONESIA






BAB 1
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang          

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau terbanyak di dunia.Pulau – pulau di kepulauan Indonesia dipisahkan oleh samudra, laut maupun selat.Namun demikian, luas wilayah lautan lebih luas bila dibandingkan dengan wilayah daratan, oleh karena itu negara Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Selain disebut negara maritim , negara Indonesia dikenal pula sebagai negara agraris.
            Penduduk di kepulauan Indonesia sangat heterogen, terdiri dari bermacam - macam suku, ras, agama dan masyarakat.Berdasarkan kondisi geografisnya masyarakat Indonesia dapat dibagi menjadi dua, yaitu masyarakat pesisir dan masyarakat agraris.Masyarakat pesisir mendiami di wilayah – wilayah sekitar pantai, sedangkan masyarakat agraris mendiami di daerah pedalaman pulau yang ada di Indonesia.Kondisi yang demikian menjadikan masyarakat pesisir dan pedalaman mempunyai perbedaan dalam berbagai aspek kehidupannya. Masyarakat pesisir atau dapat pula disebut masyarakat laut adalah sekumpulan manusia yang hidup bersama dalam suatu tempat dekat daerah pantai dengan ikatan – ikatan tertentu.Masyarakat laut umumnya mendiami daerah – daerah di sekitar pantai yang ada di pulau – pulau di kepulauan Indonesia.Wilayah kepulauan Indonesia sebagian besar terdiri dari wilayah perairan yang didalamnya terdapat ribuan pulau. Atau dengan kata lain, secara geografis Indonesia berbentuk kepulauan dengan wilayah laut lebih besar dari pada wilayah daratan. Hal ini memungkinkan peran dari masyarakat laut atau pesisir tidak bisa dilepaskan dari berbagai segi kehidupan di Indonesia.
            Indonesia sebagai negara yang dikelilingi oleh laut hampir semua provinsinya memiliki wilayah perairan, kondisi geografis yang demikian menjadikan Indonesia negara maritim yang mempunyai daerah perikanan laut tak kurang dari 6,85 juta km2 dan diperkirakan daerah tersebut memiliki kandungan produksi ikan 10juta ton pertahunnya. Namun sayangnya dengan potensi kelautan yang berlimpah itu masyarakat Indonesia belum dapat memaksimalkan potensi tersebut.Hal ini diakibatkan oleh paradikma pembangunan yang lebih memprioritaskan masyarakat perkotaan dan pertanian di pedalaman sehingga kurang memperhatikan kehidupan masyarakat di daerah pesisir. Sebab lain yang mengakibatkan kurang diperhatikannya masyarakat didaerah pesisir dari segi historis karena masih kurangnya para sejarawan yang melakukan penelitian dibidang kemaritiman. Perhatian para sejarawan pada aspek maritim seperti perdagangan, pelayaran, perkapalan, perikanan, perompakan, dan sebagainya masih sangat kurang proporsinya jika dibandingkan dengan aspek-aspek lainnya seperti bidang pertanian, industri, perhubungan politik dan sebagainya.Hal tersebut mungkin berkaitan dengan pengalaman sebagai bangsa Indonesia yang semenjak memproklamirkan kemerdekaannya lebih banyak di warnai dengan persoalan-persoalan kebaratan daripada persoalan-persoalan kebaharian, inilah yang menyebabkan bangsa Indonesia naluri kebahariaannya semakin tumpul sehingga kurang mampu melihat apalagi bertindak untuk memanfaatkan dunia kebahariaan.
            Secara geografis wilayah Indonesia merupakan kawasan kepulauan yang menempatkan laut sebagai jembatan penghubung bukan sebagai pemisah.Dengan demikian, penguasaan terhadap laut merupakan suatu keharusan bagi penduduk yang menghuni pulau – pulau yang ada di Indonesia.  Kondisi semacam ini, membentuk mereka sebagai manusia yang akrab dengan kehidupan laut.Selain itu, pulau – pulau yang ada di Indonesia letaknya sangat strategis dalam konteks perdagangan laut internasional antara dunia barat dan dunia timur.


B.     RUMUSAN MASALAH

1.       Kemaritiman pada masa kerajaan
2.       Kemaritiman pada masa colonial
3.       Kemaritman pra kemerdekaan
4.       Kemaritiman era kemerdekaan

C.     MANFAAT TULISAN

            Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, khususnya kepada mahasiswa untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai sejarah kemaritiman yang ada di Indonesia. Manfaat lain dari penulisan makalah ini adalah dengan adanya penulisan makalah ini diharapkan dapat dijadikan motivasi untuk acuan dalam membangun kembali jiwa kemaritiman Indonesia yang dulu seperti dimasa jayanya.

D.    MAKSUD DAN TUJUAN PENULISAN

Makalah yang berjudul “kemaritiman pada masa kerajaan, kolonial, pra kemerdekaan dan era kemerdekaan” dibuat dengan maksud memenuhi tugas mata kuliah ().
Tujuan pembuatan makalah ini adalah menjelaskan/mengulas kembali tentang fakta sejarah sehingga Indonesia disebut sebagai Negara Maritim dan mengetahui kerajaan – kerajaan Maritim yang pernah berjaya di Indonesia sehingga dapat menumbuhkan kesadaran betapa pentingnya wilayah maritim untuk masyarakat Indonesia.
E.     METODE PENULISAN
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah menggunakan metode tinjauan pustaka, yakni dengan cara mengumpulkan sumber – sumber referensi yang berhubungan dengan masyarakat laut dan sikap kelompok sosial dan negara. Sumber – sumber itu berupa buku, essay, dan artikel serta tesis yang berhubungan dengan topik yang dibahas dalam makalah ini.


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Kemaritiman pada zaman kerajaan
Sejak abad ke-9 Masehi, bangsa Indonesia telah berlayar mengarungi lautan ke barat Samudera Hindia hingga Madagaskar dan ke timur hingga Pulau Paskah.Ini menjadi bukti bahwa masyarakat Indonesia memiliki peradaban dan budaya maritim yang maju sejak dulu kala.Seiring semakin ramainya aktivitas melalui laut, lahirlah kerajaan-kerajaan bercorak maritim dan memiliki armada laut besar.Perkembangan budaya maritim pun membentuk peradaban bangsa yang maju di zamannya.Pada era Kerajaan Sriwijaya, Majapahit hingga Demak, nusantara tampil sebagai kekuatan besar yang disegani negara di kawasan Asia dan dunia.Sebagai kerajaan maritim yang kuat di Asia Tenggara, Sriwijaya (683-1030 M) telah mendasarkan politik kerajaannya pada penguasaan alur pelayaran dan jalur perdagangan serta menguasai wilayah-wilayah strategis yang digunakan sebagai pangkalan kekuatan laut.Angkatan laut Kerajaan Sriwijaya ditempatkan di berbagai pangkalan strategis dan mendapat tugas mengawasi, melindungi kapal-kapal dagang yang berlabuh, memungut biaya cukai, serta mencegah terjadinya pelanggaran laut di wilayah kedaulatan dan kekuasaannya.
Ketangguhan maritim juga ditunjukkan era Kerajaan Singosari di bawah pemerintahan Kertanegara pada abad ke-13. Kekuatan armada laut yang tidak ada tandingan, pada 1275 Kertanegara mengirimkan ekspedisi bahari ke Kerajaan Melayu dan Campa untuk menjalin persahabatan agar bersama-sama dapat menghambat gerak maju Kerajaan Mongol ke Asia Tenggara. Pada 1284, mereka menaklukkan Bali dalam ekspedisi laut ke timur.
Puncak kejayaan maritim nusantara terjadi pada masa Kerajaan Majapahit (1293-1478).Di bawah Raden Wijaya, Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada, Majapahit berhasil menguasai dan mempersatukan nusantara. Pengaruhnya bahkan sampai ke negara-negara asing, seperti Siam, Ayuthia, Lagor, Campa (Kamboja), Anam, India, Filipina, China.
Kejatuhan Majapahit diikuti munculnya Kerajaan Demak. Kebesaran Kerajaan Demak jarang diberitakan, tetapi bukti kekuatan maritim Kerajaan Demak mampu mengirim armada laut yang dipimpin Pati Unus yang bergelar Pangeran Sabrang Lor membawa 100 buah kapal dengan 10.000 prajurit menyerang Portugis di Malaka.

Kilasan sejarah itu memberi gambaran, betapa kerajaan-kerajaan di nusantara dulu mampu menyatukan wilayah nusantara dan disegani bangsa lain karena kehebatan armada niaga, keandalan manajemen transportasi laut, dan armada militer yang mumpuni. Sejarah telah mencatat dengan tinta emas, bahwaSriwijaya dan Majapahit pernah menjadi center of excellence di bidang maritim, kebudayaan, dan agama di seluruh wilayah Asia Tenggara.Kejayaan para pendahulu negeri ini terbangun karena kemampuan mereka membaca potensi yang dimilikihingga membentuk budaya negara maju. Ketajaman visi dan kesadaran terhadap posisi strategis nusantara telah membawa bangsa ini besar dan disegani negara lain.
Sayang, masa keemasan itu tinggal sejarah. Negeri ini tidak belajar dari apa yang dilakukan para leluhur. Kejayaan bangsa tertutup potret kemiskinan yang melanda rakyat negeri ini.Kecintaan kepada laut juga semakin dangkal.Rasa keberpihakan negara terhadap dunia maritim pun lemah.Padahal, budaya maritim adalah roh dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan jutaan penduduk tersebar di ribuan pulau.
Meski kini sudah hadir Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), namun orientasi pembangunan negara masih terfokus di sektor darat.Bahkan, sejumlah kalangan masih menganggap sektor kelautan merupakan sebuah beban dibandingkan aset berharga.
Masalah utamanya adalah paradigma.Darat atau agraris masih melekat pada kebanyakan masyarakat Indonesia, terutama pemerintahnya.Bangsa Indonesia masih mengidap kerancuan identitas.Di satu pihak mempunyai persepsi kewilayahan tanah air, tetapi memposisikan diri secara kultural sebagai bangsa agraris dengan puluhan juta petani miskin yang tidak sanggup disejahterakan. Sementara kegiatan industri modern sulit berkompetisi dengan bangsa lain, antara lain karena budaya kerja yang berkultur agraris konservatif, disamping berbagai inefisiensi birokrasi dan korupsi. Industri yang dibangun juga tidak berdasar pada keunggulan kompetitif, namun komparatif tanpa kedalaman struktur serta keilmuan dan teknologi yang kuat.
Akibat hal tersebut pembangunan perekonomian maritim dan pembangunan sumber daya manusia Indonesia tidak pernah dijadikan arus utama pembangunan nasional, yang didominasi persepsi dan kepentingan daratan semata.



Bukti Budaya Maritim
Dalam perjalanan budaya bangsa Indonesia, para pakar sejarah maritim menduga perahu telah lama memainkan peranan penting di wilayah nusantara, jauh sebelum bukti tertulis menyebutkannya (prasasti dan naskah-naskah kuno).Dugaan ini didasarkan atas sebaran artefak perunggu, seperti nekara, kapak, dan bejana perunggu di berbagai tempat di Sumatera, Sulawesi Utara, Papua hingga Rote.Berdasarkan bukti-bukti tersebut, pada masa akhir prasejarah telah dikenal adanya jaringan perdagangan antara Nusantara dan Asia daratan.
Pada sekitar awal abad pertama Masehi diduga telah ada jaringan peradaban antara nusantara dan India.Bukti-bukti tersebut berupa barang-barang tembikar dari India (Arikamedu, Karaikadu dan Anuradha-pura) yang ditemukan di Jawa Barat (Patenggeng) dan Bali (Sembiran).Keberadaan barang-barang tersebut diangkut menggunakan perahu atau kapal yang mampu mengarungi samudera.
Bukti tertulis paling tua mengenai pemakaian perahu sebagai sarana transportasi laut tercetak dalam Prasasti Kedukan Bukit (16 Juni 682 Masehi).Pada prasasti tersebut diberitakan; ”Dapunta Hiya? bertolak dari Minana sambil membawa pasukan sebanyak dua laksa dengan perbekalan sebanyak 200 peti naik perahu…”.
Pada masa yang sama, dalam relief Candi Borobudur (abad ke-7-8 Masehi) dipahatkan beberapa macam bentuk kapal dan perahu. Dari relief ini dapat direkonstruksi dugaan bentuk-bentuk perahu atau kapal yang sisanya banyak ditemukan di beberapa tempat nusantara, misalnya Sumatera.
Selain itu, bukti-bukti arkeologis transportasi laut banyak ditemukan di berbagai wilayah Indonesia, seperti papan-papan kayu yang merupakan bagian dari sebuah perahu dan daun kemudi, yang ukurannya cukup besar. Pertama, Situs Samirejo secara administratif terletak di Desa Samirejo, Kecamatan Mariana, Kabupaten Musi Banyuasin (Sumatra Selatan).Situs ini berada di suatu tempat lahan gambut.Sebagian besar arealnya merupakan rawa-rawa.Beberapa batang sungai yang berasal dari daerah rawa bermuara di Sungai Musi.
Dari lahan rawa basah ini pada Agustus 1987 ditemukan sisa-sisa perahu kayu.Sisa perahu yang ditemukan terdiri dari sembilan bilah papan dan sebuah kemudi. Dari sembilan bilah papan tersebut, dua bilah di antaranya berasal dari sebuah perahu, dan tujuh bilah lainnya berasal dari perahu lain.
Sisa perahu yang ditemukan tersebut dibangun secara tradisional di daerah Asia Tenggara dengan teknik yang disebut “papan ikat dan kupingan pengikat” (sewn-plank and lashed-lug technique), dan diperkuat dengan pasak kayu atau bambu. Papan kayu yang terpanjang berukuran panjang 9,95 meter dan terpendek 4,02 meter; lebar 0,23 meter; dan tebal sekitar 3,5 cm.Pada jarak-jarak tertentu (sekitar 0,5 meter), di bilah-bilah papan kayu terdapat bagian yang menonjol berdenah empat persegi panjang, disebut tambuko. Di bagian itu terdapat lubang yang bergaris tengah sekitar 1 cm. Lubang-lubang itu tembus ke bagian sisi papan.Tambuko disediakan untuk memasukkan tali pengikat ke gading-gading. Papan kayu setebal 3,5 cm kemudian dihubungkan bagian lunas perahu dengan cara mengikatnya satu sama lain. Tali ijuk (Arenga pinnata) mengikat bilah-bilah papan yang dilubangihingga tersusun seperti bentuk perahu.Selanjutnya, dihubungkan dengan bagian lunas perahu hingga menjadi dinding lambung.Sebagai penguat ikatan, pada jarak tertentu (sekitar 18 cm) dari tepian papan dibuat pasak-pasak dari kayu atau bambu.
Dari hasil rekonstruksi dapat diketahui bahwa perahu yang ditemukan di desa Sambirejo berukuran panjang 20-22 meter.Berdasarkan analisis laboratorium terhadap Karbon (C-14) dari sisa perahu Samirejo adalah 1350 ± 50 BP, atau sekitar tahun 610-775 Masehi.
Adapun, kemudi perahu yang ditemukan mempunyai ukuran panjang 6 meter. Bagian bilah kemudinya berukuran lebar 50 cm. Kemudi ini dibuat dari sepotong kayu, kecuali bagian bilahnya ditambah kayu lain untuk memperlebar. Di bagian atas dari sumbu tangkai kemudi terdapat lubang segi empat untuk memasukkan palang.
Di bagian tengah kemudi terdapat dua buah lubang yang ukurannya lebih kecil untuk memasukkan tali pengikat kemudi pada kedudukannya.Bentuk kemudi semacam ini banyak ditemukan pada perahu-perahu besar yang berlayar di perairan Nusantara, misalnya perahu pinisi.
Kedua, situs Kolam Pinisi. Situs ini terletak di kaki sebelah barat Bukit Siguntang, sekitar 5 km ke arah barat dari kota Palembang. Ekskavasi yang dilakukan pada 1989 ditemukan lebih dari 60 bilah papan sisa sebuah perahu kuno. Meskipun ditemukan dalam jumlah banyak, namun keadaannya sudah rusak akibat aktivitas penduduk di masa lampau untuk mencari harta karun. Papan-papan kayu tersebut pada ujungnya dilancipkan kemudian ditancapkan ke dalam tanah untuk memperkuat lubang galian.
Papan-papan kayu yang ditemukan berukuran tebal sekitar 5 cm dan lebar antara 20-30 cm. Seluruh papan ini mempunyai kesamaan dengan papan yang ditemukan di Situs Samirejo, yaitu tembuko yang terdapat di salah satu permukaannya, dan lubang-lubang yang ditatah pada tembuko-tembuko tersebut seperti halnya pada tepian papan untuk memasukkan tali ijuk yang menyatukan papan perahu dengan gading-gading, serta menyatukan papan satu dengan lain. Pada bagian tepi terdapat lubang-lubang yang digunakan untuk menempatkan pasak kayu atau bambu untuk memperkuat badan perahu.Pertanggalan karbon C-14 menghasilkan pertanggalan kalibrasi antara 434 dan 631 Masehi.
Berdasarkan tinjauan sejarah di atas, bahwa bangsa Indonesia sebenarnya memiliki darah, watak dan budaya maritim yang kuat.Namunsemua itumemudar seiring peralihan zaman.Agar kembalipada hakikatnyasebagai bangsa yang besar, masyarakatIndonesia harus kembali memilikiwawasan maritim.
Permasalahannya apakah masih bisa membangkitkan kembali kejayaan masa lalu di tengah krisis multi dimensi yang menerpa bangsa ini?Mengembalikan visi kemaritiman bukan sesuatu hal mudah.Selain dibutuhkan kemauan tinggi untuk merombak sistem yang ada, masalah penyediaan infrastruktur menjadi permasalahan.
Diperlukan analisis dengan pendekatan konstruksi skenario guna mengetahui apa saja kemungkinan yang bisa ditempuh untuk mewujudkan visi negara maritim. Bagaimana pula strategi yang bisa ditempuh di tengah derasnya globalisasi yang membuat arus perdagangan laut kian tinggi.
Bercermin dari kearifan lokal masyarakat pesisir, bangsa bahari memiliki budaya demokrasi yang teramat tinggi di mana kebijakan yang dikeluarkan adalah keputusan dari masyarakat bawah yang dipoles kearifan seorang pemimpin.Sudah saatnya masyarakat pesisir sebagai wajah dari bangsa bahari diberdayakan melalui program-program pemerintah yang disusun melalui pendekatan sosial budaya kebaharian, yaitu pendekatan hubungan manusia dengan lingkungan dan sumberdaya laut.
Ini dapat dilihat, dari aspek kehidupan sosial dan budaya, sejarah menunjukkan bangsa Indonesia pada masa lalu memiliki pengaruh besar di wilayah Asia Tenggara.Terutama melalui kekuatan maritim di bawah Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit.Tak heran, wilayah laut Indonesia dengan luas dua pertiga nusantara diwarnai banyak pergumulan kehidupan di perairan.
Jauh sebelum era kerajaan, banyak bukti pra sejarah beradaban maritim Indonesia, antara lain di Pulau Muna, Seram dan Arguni,terdapat situs yang diperkirakan budaya manusia sekitar 10.000 tahun sebelum masehi. Bukti sejarah tersebut berupa gua yang dipenuhi lukisan perahu layar.Ada pula peninggalan sejarah sebelum masehi berupa bekas kerajaan Marina yang didirikan perantau dari nusantara di wilayah Madagaskar.Pengaruh dan kekuasaan tersebut diperoleh bangsa Indonesia karena kemampuannya membangun kapal dan armada yang berlayar lebih dari 4.000 mil.
Dalam strategi besar Majapahit mempersatukan wilayah Indonesia melalui Sumpah Amukti Palapa dari Mahapatih Gajah Mada.Kerajaan Majapahit telah banyak mengilhami pengembangan dan perkembangan nilai-nilai luhur kebudayaan bangsa Indonesia sebagai manifestasi sebuah bangsa bahari yang besar.Sayang, setelah mencapai kejayaan, Indonesia terus mengalami kemunduran.Terutama setelah masuknya VOC dan kekuasaan kolonial Belanda ke Indonesia. Perjanjian Giyanti pada 1755 antara Belanda dengan Raja Surakarta dan Yogyakarta mengakibatkan kedua raja tersebut harus menyerahkan perdagangan hasil wilayahnya kepada Belanda.Sejak itu, terjadi penurunan semangat jiwa bahari bangsa Indonesia, dan pergeseran nilai budaya, dari budaya bahari ke budaya daratan.Namun, budaya bahari Indonesia tidak boleh hilang karena alamiah Indonesia sebagai negara kepulauan terus menginduksi, dan membentuk budaya maritim bangsa Indonesia.
Catatan penting sejarah maritim ini menunjukkan, dibandingkan negara-negara tetangga di kawasan Asia Tenggara, Indonesia memiliki keunggulan budaya bahari secara alamiah.Berkurangnya budaya bahari lebih disebabkan kurang perhatian pemerintah terhadap pembangunan maritim.Padahal, kebudayaan maritimmerupakan kunci dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Politik kebijakan penataan ruang di Indonesia belum mempertimbangkan aspek kebudayaan bahari atau maritim.Hal tersebut berdampak pada meluasnya banjir, kerusakan lingkungan, dan kemiskinan di kota-kota pantai Indonesia.Salah satunya adalah DKI Jakarta.
Ketua Yayasan Suluh Nuswantara Bakti, Iman Sunario menilai DKI yang memiliki 13 sungai bermuara diTeluk Jakarta, seharusnya menjadi potensi yang dapat menjadi solusi perkembangan transportasi air dan pariwisata. “Minimnya wawasan kelautan telah menjadikan potensi itu berbalik menjadi ancaman berupa banjir, kemacetan, dan kemiskinan yang urung teratasi,” kata Iman.
Berdasarkan data pemantauan 13 sungai oleh BPLHD DKI Jakarta pada September 2012, diketahui ada 82,6 persen dari 67 titik pemantauan berstatus tercemar berat, 10,1 persen tercemar sedang, 7,2 persen tercemar ringan, dan 0 persen kondisi baik.
Pada kondisi demikian, pesisir Teluk Jakarta ditandai pula dengan kemiskinan dan kerusakan lingkungan yang parah. Sebagai kota pantai, Jakarta barometer pembangunan Indonesia. “Jika kondisi sosial dan lingkungan di Teluk Jakarta, yang jaraknya hanya beberapa kilometer dari Istana Negara, sudah rusak parah, bagaimana kita dapat berharap banyak dengan pembangunan kota-kota pantai di timur Indonesia? Atau bahkan di pulau-pulau terdepan,” ujar Iman.
“Dalam budaya luhur kebaharian Indonesia, sungai dan sumber daya alam adalah milik komunal, bukan individual. Karena itu, membiarkan sungai kotor, hutan gundul, dan laut dikavling-kavling bukanlah adab pembangunan yang mencerminkan kebudayaan Indonesia,” jelas Iman, yang juga ahli tata kota.
Daud Aris Tanudirjo, dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (UGM) mencatat budaya bahari paling tua di dunia muncul di kepulauan Nusantara. Hal ini dapat dibuktikan setelah tim arkeologi berhasil menemukan jejak-jejak kehidupan manusia Tertua Homo Erectus di Flores pada sekitar 800.000 tahun lalu.
“Sebagian penduduk Nusantara yang telah menguasai teknologi canggih lalu berlayar ke berbagai penjuru dunia.Para pelaut itulah yang kemudian membantu komunitas di berbagai tempat untuk mengembangkan budaya mereka menjadi peradaban besar, seperti Mesopotamia, Mesir, China, dan India,” jelasnya.
Sementara itu, sejarahwan Universitas Indonesia (UI) JJ Rizal mengatakan, peradaban maritim Indonesia sudah dibangun para pendiri bangsa.”Lagu tanah air menunjukkan bahwa Indonesia masih dianggap sebagai negara daratan karena mendahulukan tanah daripada air, harusnya di balik,” ujarnya saat memaparkan di diskusi bulanan Indonesia Maritim Institute (IMI), beberapa waktu lalu.
Menurut Rizal, saat ini yang terjadipemerintah Indonesia cenderung melupakan air (laut). Pada masa dulu saat semua orang konsen di laut, muncul istilah kata “lupa daratan”.Saat ini harus dibalik “lupa lautan” karena bangsa Indonesia terlalu mencintai daratan.”Melupakan unsur air (laut) bukan hanya mengkhianati realitas bangsa, tapi melukai semangat para leluhur kita,” katanya.
Irawan D Nugraha, pengarang buku Majapahit: Peradaban Maritimberpendapat, bahwa kejayaan maritim Indonesia diawaliera kerajaan-kerajaan, sepertiMajapahit dan Sriwijaya. Bahkan sejarah mencatat bahwa kemampuan teknologi perkapalan Majapahit jauh lebih dahsyat dari bangsa lain. Bahkan ukuran kapal Majapahit saat itu bisa memuat 600 penumpang, sementara kapal bangsa lain hanya 50 orang.
“Namun, kami melihat bahwa dari penyebutan pulau-pulau saja selalu disebutkan pulau terluar, kenapa tidak dijadikan pulau-pulau terdepan.Yang bisa diartikan sebagai halaman muka dari bangsa ini,” katanya.
Hal senada diungkapkan Indra J Piliang,pengurus Balitbang Partai Golkar.Dia menilai peradaban maritim di Indonesia telah luntur.Sebagai contoh orang-orang Pariaman di Padang, Sumbar yang notabene adalah orang laut atau pulau, tapi ketika naik kapal muntah.Bahkan yang lebih menyedihkan, saat hendak melihat laut harus ke gunung lalu memandang laut dari ketinggian.
“Lihat laut masa lari ke gunung dengan waktu tempuh sekitar 2 jam.Sementara jika ke pantai hanya memakan waktu 30 menit.Jarang sekali orang Pariaman melihat laut langsung ke pantai.Inilah pudarnya budaya maritim kita,” tuturnya.
Berbicara budaya, tidak lepas dari pembentukan watak dan peningkatan kualitas generasi muda.Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mendorong para lulusan perguruan tinggi lebih mengenal jati diri dan budaya bangsa.Sebagai bangsa maritim yang hidup di kepulauan sudah seharusnya generasi muda Indonesia menjadi bangsa yang mandiri.
“Kewirausahaan mendorong budaya di Indonesia saling berbaur karena bertujuan mencapai kemajuan ekonomi.Budaya lokal di Indonesia saat ini saling berbaur karena didorong oleh kebutuhan yang sama yakni memajukan setiap usaha,” katanya.
Dia mencontohkan budaya lokal yang berbaur adalah budaya yang tumbuh dan berkembang di sektor maritim dan agraris.”Pada awalnya budaya maritim mendorong orang untuk menjadi pengusaha karena orang yang tinggal di kawasan maritim cenderung agresif dan berani mengambil risiko saat menjalankan usaha,” ungkapnya.
Sebaliknya masyarakat yang tumbuh dan berkembang di lingkungan agraris, seperti petani cenderung tidak berani menanggung risiko. Karena itu, menurut JK, dalam perkembangannya kedua masyarakat ini harus hidup dalam budaya saling berbaur karena memiliki tujuan sama, yakni meningkatkan kemajuan bangsa.
Di sini budaya maritim menjadi sarana dalam membangun kembali perdaban bangsa Indonesia yang maju.Etos kerja masyarakat maritim yang dibangun nenek moyang dulu diharapkan bisa memperkuat NKRI, dengan menjadikan tanah dan air sebagai satu kekuatan,yaitu negara maritim.

Bukti-bukti kebesaran budaya maritim Indonesia:
Arkeologi maritim menemukan banyak bangkai kapal di bawah laut negeri ini, dengan tahun pembuatan mulai dari abad 7 SM, memiliki teknologi pembuatan yang belum ada duanya di dunia.Catatan-catatan dari para penjelajah, geographer, atau sejarawan berbagai belahan dunia (Mesir, Yunani, China), menggambarkan tentang penjelajahan pelaut-pelaut Nusantara, dengan kapal, hasil bumi, dan hasil budaya tinggi, ke berbagai sudut dunia.
Penemuan artefak-artefak di berbagai belahan dunia, termasuk beberapa tempat di negeri ini (misalnya di gua Pasemah, Sumatera Selatan, gua Made di Jombang, Jawa Timur, lembah Mada di Sulawesi Selatan, Batujaya di Bekasi, atau banyak lokasi lain seperti Timor, Kutai, Maluku, Halmahera) mengindikasikan bukan hanya terjadi perlintasan antar bangsa, tapi juga kebudayaan advance yang telah dicapai.Penyebaran bahasa yang mencakup setengah dunia, dan mengikutsertakan lebih dari 400 juta penutur membuktikan keberadaan bangsa-bangsa di Nusantara di atas bumi ini.
Persenjataan, alat musik, hingga ilmu perbintangan dari berbagai kawasan, sejak dari Afrika, Timur Tengah, India, hingga Polynesia, memperlihatkan bagaimana pengaruh kultural sudah jauh lebih dulu sebelum bangsa asing datang ke negeri ini.
B.  MARITIM PADA MASA KOLONIAL
Sejarah Maritim Indonesia (Masa Kolonial Hindia Belanda)Perdagangan di Asia sudah berawal di masa Portugis dan VOC, bahkan telah ada berabad-abad sebelumnya, baik perdagangan melalui darat (jalan sutra) maupun melalui laut  Dalam masa modern awal itu terjadi interaksi dagang antara para penguasa dan para penjajanya di Nusantara dan organisasi-organisasi dagang besar dari Eropa seperti Estado da India dan East India Company EIC) dari Inggris serta VOC dari Belanda. Banyak bangsa-bangsa yang memasuki Indonesia seperti Portugis, Inggris dan Belanda motivasi bangsa Eropa ke wilayah Nusantara disebabkan oleh faktor seperti Jatuhnya Konstatinopel ke tangan Turki Ottoman yang merupakan pusat rempa-rempah dengan itu mereka mencari sumber rempah-rempah terbaru, lali semangat 3G (Gold, Glory, Gospel), dan perkembangan teknologi dan sistem angin seiring berjalannya waktu Belanda  berhasil berkuasa tunggal di Indonesia dengan itu VOC pun berkuasa di nusantara[1].
Seiring berjalannya waktu karena terus merugi VOC tidak sanggup membayar dividen dari saham yang dibeli rakyat.Oleh sebab itu, dari tahun ke tahun perusahaan itu harus berutang kepada negara untuk membayar kewajibannya.Namun tahun 1795 negara mengambil alih seluruh kekayaan VOC sebagai pelunasan utang-utang tersebut.Tahun 1799 VOC dinyatakan failite dan bubar.Harta kekayaan VOC yang tidak bergerak seperti benteng-benteng atau daerah-daerah produksi rempah di Nusantaar, diambil alih oleh negara. Itulah asset kerajaan Belanda yang menjadi cikal bakal dari negara lolonial Hindia Belanda yang berdiri sejak tahun 1817 [2]. Wilayah yang dimiliki oleh Belanda kurang strategis karena wilayah daratannya kecil dan wilayahnya daratnnya lebih rendah daripada laut maka merekapun bekerja keras dan menjadi cikal bakal semangat kerja dan tuntunan hidup bagi bangsa Belanda khususnya para Pelaut Belanda itu sendiri untuk mengembangkan jiwa bahari karena lewat laut mereka dapat mengembangkan perekonomian negeri mereka sebagai contoh dari semangat kerja mereka yaitu Bangsa Belanda pandai membuat Kapal-kapal Laut yang kokoh dan kuat dalam menjelajahi perairan laut maupun samudera tidak ketinggalan para pelautnya yang sangat tangguh di lautan.
Membahas kegiatan kemaritiman pada masa Kolonial Hindia Belanda menjadi sangat menarik, dikarenakan pada masa ini Belanda melakukan berbagai kebijakan agar keutungan pihak Kolonial Hindia Belanda pada masa itu tetap, bahkan bertambah.
Kegiatan Pelayaran
          Perkembangan armada dagang di Hindia Belanda jelas akan mempengaruhi peningkatan aktivitas pelayaran antarpulau. Hal ini juga dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah colonial yang protektif terhadap pelayaran domestic. Hal ini mengakibatkan armada Belanda mendominasi kegiatan pelayaran domestik, tahun 1879 kapal-kapal Nederland dan Hindia Belanda  merupakan 95% dari seluruh armada pelayaran antarpulau di Hindia Belanda, dan hanya 28,5% untuk pelayaran internasional. Dalam hal ini KPM merupakan tulang punggung pelayaran antarpulau di Hindia Belanda, dan memasuki abad XX pelayaran antarpulau meningkat rata-rata 7,6% angka ini lebih tinggi daripada yang dicapai pada perempatan ketiga abad XIX yang hanya mencapai 5,5% menjelang perang dunia I angka tersebut menjadi 2,4% dikarenakan dengan stagnasi dalam perdagangan luar negeri sebagai akibat perang. Seperti diketahui penggunan kapal uap dan motor di perairan Indonesia lebih awal jika dibandingkan dengan negara kepulauan lain di Asia. Hingga tahun 1860-an komunikasi secara regular antarpulau menggunakan kapal layar, penggunaan kapal uap untuk kepentingan komersial baru sejak 1868, sedangkan Hindia Belanda sejak 1842. Penggunaan kapal uap lebih meningkat pesat dalam pelayaran antarpulau daripada pelayaran Internasioanl hal imi menunjukkan bahwa pentingnya pelayaran antarpulau Bagi Hindia Belanda, bukan hanya kepentingan Ekonomi juga mengamankan koloni dari merembesnya kekuatan asing serta dari perlawanan masyarakat setempat, disamping itu juga untuk menggapai integrasi negara colonial dibawah bendera Pax Neerlandica.
            Pemerintah Kolonial lebih berhasil melakukan proteksi terhadap pelayaran antarpulau daripada pelayaran internasional di Hindia Belanda hal ini berhubungan dengan tuntutan Inggris kepada Belanda untuk melakukan liberalisasi pelayaran di koloninya, namun yang dilakukan Belanda liberalisasi lebih mengacu kepada pelayaran internasional seperti pembukaan pelabuhan internasional dan pelabuhan bebas serta penghapusan tarif differensial hal ini telah memungkinkan berkembangnya pelayaran Internasional di perairan nusantara.
            Belanda pun menguasai daerah Pantai Barat Sumatera, akan tetapi wilayah kekuasaan yang seharusnya dari kawasan Singkel hingga Indrapura, namun realitanya Belanda hanya menguasai wilayah kota Padang dan wilayah yang berada di selatannya. Disamping itu Sibolga, Natal, Air Bangis masih menjadi kekuasaan Belanda. Bajak laut hamper ditemukan diseluruh perairan Indonesia. Namun kawasan laut yang paling terkenal daerah operasi bajak laut adalah Selat Malaka, Laut Cina Selatan dan kawasan laut Sulawesi. Kawasan ini (terutama Selat Malaka) memang merupakan rute perdagangan dan pelayaran yang tersibuk di Asia Tenggara, kegiatan bajak laut di Pantai barat Sumatera tidak begitu banyak yang beroperasi didaerah ini, untuk menanggulangi aktivitas bajak laut, Pemerintah Hindia Belanda mendirikan berbagai pos pengamanan di beberapa kota pantai serta berkali-kali mengirim ekspedisi militer ke kawasan utara, pada 1860-an tidak ditemukan lagi laporan mengenai bajak laut [5].
            Wilayah pantai Barat Sumatera menjadi penting bagi Kolonial Hindia Belanda, dikarena di wilayah ini lah Kolonial Hindia Belanda memfokuskan kegiatan maritimnya dikawasan ini, sebab dikawasan pantai timur Sumatera atau wilayah dekat Selat Malaka terdapat pusat perdagangan dunia yang berada diwilayah Tumasik (Singapura) dan itu merupakan wilayah bagian dari Inggris yang menjadi penguasa didaerah tersebut, dan wilayah pantai barat juga merupakan tempat komoditi utama pada masa itu dan pemerintah Belanda pun berfokus kepada aktivitas perkebunan di wilayah Sumatera tersebut.
            Aktivitas Pelayaran di wilayah Makassar  dipengaruhi karena Angin Muson baratlaut yang biasa digunakan untuk pelayaran perdagangan, dimanfaatkan oleh para pedagang wilayah barat seperti Malaka, Riau, Johor, dan Batavia, untuk berlayar kearah timur ke Kota Makassar dan kepulauan Maluku. Pelayaran ke kepulauan Maluku dari kota Makassar dapat dibagi menjadi dua jalur, yaitu : pertama dengan menyusur ke Selatan kemudian belok kiri melayari pesisir hingga Buton dan selanjutnya berlayar ke Maluku. Kedua menyusuri Selat Makassar berlayar kea rah timur memasuki pelabuhan Manado dan terus ke pulau Ternate; bila perlu berlayar ke selatan hingga mencapai pulau Seram atau Papua. Angin Muson Utara dan Tenggara memungkinkan terciptanya jalur pelayaran Utara-Selatan (Amoy dan Kanton-Makassar-Kepulauan Indonesia bagian Timur) [6].
            Wilayah Sulawesi menjadi istimewa dikarenakan menjadi pusat perniagaan dikarenakan beberapa faktor pertama : letaknya strategis (berada ditengah-tengah dunia perdagangan). Kedua munculnya intervensi bangsa Eropa sehingga sehingga pedagang di pusat niaga mengalihkan kegiatan mereka ke tempat lain, salah satunya ke Makassar. Ketiga pedagang dan pelaut setempat melakukan pelayaran niaga ke daerah-daerah penghasil dan Bandar niaga lain[7] .
Kegiatan Perdagangan Maritim
            Kegiatan perdagangan Maritim pada masa ini terjadi monopoli cengkeh di Ambon. Cengkeh dan Pala di Indonesia Timur sama kedudukannya dengan Lada di Indonesia Barat yang tumbuh di Sumatera, Malaka, dan Jawa Barat dan terjadilah monopoli Lada yang Suamatera bagian Utara dikuasai Aceh, dan Sumatera bagian Selatan dikuasai Banten. Perdagangan daerah Makassar ditandai dengan melemahnya monopoli dan berkembangnya perdagangan bebas dan menjadikan Makassar sebagai Bandar niaga Internasional dan pelabuhan transit terpenting di kepulauan Hindia Belanda dibagian timur dipertengahan abad 19. Belanda dan Inggris bersaing ketat dalam penjualan komoditi Teh dan berniat menguasai perdagangan Cina, akan tetapi Belanda lebih menguntungkan karena wilayah koloninya banyak menghasilkan yang diperlukan Cina mereka pun melakukan perjanjian tetapi Belanda ingkar janji dan Inggris mencari pelabuhan yang aman untuk pelayaran ke Cina dan tahun 1819 Inggris pun mendapatkan Singapura. Di wilayah Pantai Barat Sumatera pada sekitar abad ke-19 NHM membuat tiga kegiatan utama yaitu Perbankan, Perdagangan, dan Perkebunan hanyalah Perkebunan yang berhasil dikarena kegiatan Perbankan memghasilkan kredit macet dan kegiatan Perdagangan yang tidak memberikan untung, hanyalah Perkebunan dalam hal ini perkebunan Kopi yang menguntungkan lalu kopi-kopi itu akhirnya di ekspor ke Belanda dan termasuk sebagai perdagangan maritim
Perkembangan Kerajaan-Kerajaan
            Tipe raja laut mewakili kekuatan Bahari yang sah yakni yang diakui dalam dalam pergaulan antarbangsa. Dalam realitas abad XIX dan sebelumnya keabsahan demikian lebih banyak ditentukan oleh kekuatan fisik, jadi dalam hal kekuatan laut berarti pemilikan armada tempur dan pertahanan yang memadai.Di wilayah laut Sulawesi diantara kekuatan laut yang muncul hanya kerajaan Sulu dan Maguidanao yang berhasil menjadi kekuatan maritime terbesar.Tetapi sejak pertengahan abad XIX Maguidanao terpecah belah dan mulai dikuasai Spanyol sehingga akhirnya hanya Sulu yang dapat bertahan sebagai Raja laut pribumi dikawasan ini.Raja-raja di pantai timur Kalimantan dan dibagian utara Sulawesi tidak berhasil mengembangkan suatu armada yang besar.Begitu pula di Kepulauan Sangihe-Talaud, walaupun penduduknya berkebudayaan maritim, fragmentasi dalam satuan-satuan kecil tidak bisa menampilkan suatu kekuatan laut yang berjangkauan regional. Sebagaimana telah diketengahkan di depan, dalam hal ini Raja Laut harus bekerjasama dengan orang laut untuk membina kekuatan bahari. Umumnya kerajaan-kerajaan ini mempunyai penduduk yang terbatas sehingga tidak sanggup membentuk kekuatan laut yang besar.Kekurangan penduduk di Sulu dan lembah sungai Pulangi di Mindanao Selatan dapat diatasi dengan mengadakan ekspedisi lintas laut yang mendatangkan ratusan bahkan ribuan budak sebagai sumber tenaga kerja. Dengan kata lain Raja laut, bekerjasama dengan Bajak laut untuk menjamin adanya suplai tenaga kerja yang tetap .
Perkembangan Sosial
            Pengawasan laut yang teliti sekali untuk melindungi monopoli kompeni tak mungkin dapat masyarakat lakukan karena adanya tempat berjaga Hindia Belanda yang berjumlah beribu-ribu didaerah yang amat luas ini perdagangan gelap tetap berlangsung terutama di bagian Indonesia Barat. Monopoli kompeni memang terasa pengaruhnya diseluruh Indonesia, tetapi terutama menekan daerah Maluku, dirugikannya perdagangan laut Indonesia menyebabkan timbulnya kembali para perompak perlu diketahui bahwa zaman dahulu perompak tidak termasuk kejahatan, pada masa itu dibeberapa bagian dunia perompakan termasuk institusi sosial yang diakui pusat perompak yang paling terkenal ialah Tibelo (Pantai Utara Halmahera). Dalam perjalanannya mereka banyak membunuh dan menawan orang untuk dijadikan budak. Biasanya raja dan kaum bangsawan turut serta dalam pelajaran perompakan ini, malahan merekalah yang seringkali memegang pucuk pimpinan .
C.  MARITIM PADA PRA KEMERDEKAAN
Dalam catatan sejarah kerajaan-kerajaan Nusantara, pada masa jauh sebelum Indonesia merdeka, semangat maritim sudah menggelora di bumi Nusantara. Bahkan beberapa kerajaan pada zaman itu seperti Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit telah mampu menguasai lautan dengan armada perang, perdagangan yang besar serta pengaruhnya hingga negara-negara di kawasan Asia Tenggara.
Sejarah mencatat bangsa Indonesia sudah dikenal dunia sebagai bangsa maritim yang memiliki peradaban maju. Bahkan, bangsa ini pernah mengalami masa keemasan sejak awal abad masehi.Menggunakan kapal bercadik, mereka berlayar mengelilingi dunia dan menjadi bangsa yang disegani.
Berbakal alat navigasi seadanya, bangsa Indonesia mampu berlayar ke utara, memotong lautan Hindia-Madagaskar, dan berlanjut ke timur hingga Pulau Paskah.Seiring perjalanan waktu, ramainya alur pengangkutan komoditas perdagangan melalui laut, mendorong munculnya kerajaan-kerajaan di Nusantara yang memiliki armada laut besar.
Memasuki masa kerajaan Sriwijaya, Majapahit hingga Demak, Nusantara adalah negara kuat yang disegani di kawasan Asia.Sebagai kerajaan maritim yang kuat di Asia Tenggara, Sriwijaya (683-1030 M) telah mendasarkan politik kerajaannya pada penguasaan alur pelayaran dan jalur perdagangan, serta menguasai wilayah wilayah strategis yang digunakan sebagai pangkalan kekuatan laut.
Puncak kejayaan maritim Nusantara terjadi pada masa Kerajaan Majapahit (1293-1478).Di bawah Raden Wijaya, Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada, Majapahit berhasil menguasai dan mempersatukan Nusantara. Pengaruhnya bahkan sampai ke negara-negara asing, seperti Siam, Ayuthia, Lagor, Campa (Kamboja), Anam, India, Filipina, China. Kilasan sejarah itu memberi gambaran, betapa besarnya kerajaan-kerajaan di Nusantara. Mereka mampu menyatukan wilayah Nusantara dan disegani bangsa lain. Paradigma masyarakatnya mampu menciptakan visi maritim sebagai bagian utama dari kemajuan budaya, ekonomi, politik dan sosial. Sejarah telah mencatat dengan tinta emas bahwa Sriwijaya dan Majapahit pernah menjadi kiblat di bidang maritim, kebudayaan, dan agama di seluruh wilayah Asia. Namun di masa kekuasaan Kolonial Belanda dan pengaruh ilmu pengetahuan dari dataran Eropa yang berkuasa di Indonesia kurang lebih selama 3,5 abad., sangat memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap semangat maritim nusantara. Pengikisan semangat bermaritim akhirnya menggiring bangsa ini hanya berkutat di sektor agraris demi kepentingan kaum kolonialis.Kesuraman budaya maritim Indonesia semakin parah dan berlanjut pada masa orde baru sampai sekarang.keberpihakan Pemerintah semakin jelas condong ke wilayah pertanian.
Minimnya keberpihakan pemerintah pada sektor maritim (maritime policy) menyebabkan masih semrawutnya penataan Selat Malaka yang sejatinya menjadi sumber devisa. Hal lainnya adalah pelabuhan negeri ini belum menjadi international hub port, Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) yang telantar, penamaan dan pengembangan pulau-pulau kecil, terutama di wilayah perbatasan negara tidak kunjung tuntas.Ditambah, semakin maraknya praktik illegal fishing, illegal drug traficking, illegal people, dan penyelundupan di perairan Indonesia. Padahal, sejatinya posisi strategis Indonesia banyak memberikan manfaat, setidaknya dalam tiga aspek, yaitu alur laut kepulauan bagi pelayaran internasional (innocent passage, transit passage, dan archipelagic sea lane passage) berdasarkan ketentuan IMO; luas laut territorial yang dilaksanakan sejak Deklarasi Djuanda 1957 sampai dengan Unclos 1982 yang mempunyai sumberdaya kelautan demikian melimpah; dan sumber devisa yang luar biasa jika dikelola dengan baik. Terkait dengan visi pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia secara menyeluruh dan merata, dibutuhkan kemampuan pertahanan dan keamanan yang harus senantiasa ditingkatkan agar dapat melindungi dan mengamankan hasil pembangunan yang telah dicapai.Pesatnya perkembangan teknologi dan tuntutan penyediaan kebutuhan sumber daya yang semakin besar mengakibatkan sektor laut dan pesisir menjadi sangat penting bagi pembangunan kepentingan bangsa bangsa ini.nasional.Karena itu, perubahan orientasi pembangunan nasional Indonesia ke arah pendekatan maritim merupakan suatu hal yang sangat penting dan mendesak.

D.  MARITIM PADA ERA KEMERDEKAAN
Indonesia merdeka dan berusaha memanfaatkan keuntungan geografis yang dimilikinya. Posisi silang Indonesia yang diapit oleh samudera Pasifik dan Hindia, serta diapit benua Asia dan Australia, membuat Indonesia memiliki Semangat negara maritim ini dituangkan pendiri Republik Indonesia di dalam Pancasila dan UUD 1945. Pemerintahan Soekarno pun berusaha membuat Indonesia sebagai poros maritim.Banyak perusahaan pelayaran Indonesia pun tumbuh.Salah satunya yakni Jakarta Lloyd yang didirikan oleh beberapa orang TNI dari angkatanlautpada1950.

"Jadi sebenarnya konsep poros maritim itu sudah berusaha dibuat sejak zaman Presiden Soekarno," kata purnawirawan Mayor Jenderal TNI TB Hassanudin saat berbincang denganmetrotvnews.com.

Pemerintah juga berusaha menutup "lubang" di laut antar pulau dengan memperjuangkan konsep negara kepulauan dengan mengeluarkan deklarasi Juanda. Berdasarkan hukum laut yang berlaku saat itu, batas teritorial diukur dari garis pantai dan menyebabkan ada laut bebas di antara pulau-pulau Indonesia. Indonesia terus mengupayakan konsep negara kepulauan diterima negara lain dan menggunakan patokan pantai terluar sebagai titik ukur batas teritorial. Konsep ini pun disetujui dalam PBB lewat UNCLOS (Konvensi Hukum Laut PBB) 1982 yang diratifikasi dalam UU 17 tahun 1985. Akhirnya luas laut Indonesia bertambah hingga 2,5 kali. Industri maritim Indonesia pun semakin menggeliat.Beberapa perusahaan pelayaran niaga bermunculan dan semakin makmur. Selain menguasai perniagaan di laut Indonesia yang memiliki luas 5,8 juta km2, industri maritim Indonesia juga berhasil menembus pasar dunia. "Para era saya masih berlayar tahun 80an, Indonesia bisa dibilang menguasai ASEAN," kata Bobby. Kapal berbendera Indonesia pun bisa ditemui  hampir di seluruh pelabuhan negara Asia Tenggara.
 

Kemunduran industri maritim Indonesia 

Pemerintah Soeharto membuat sebuah 'blunder' dengan mengeluarkan kebijakan membesituakan (scrapping) kapal berusia di atas 25 tahun. Kebijakan ini membuat kapal Indonesia terpaksa dipensiunkan. Kebijakan yang menampar keras perusahaan pelayaran ini pun akhirnya membuat industri maritim Indonesia semakin mundur.Cita-cita membuat poros maritim ini pun jadi semakin jauh dari kenyataan. "Scrapping kapal membuat kita kekurangan kapal," tutur Ketua Umum Indonesian National Shipowners' Association (INSA) Carmelita Hartoto saat berdiskusi denganmetrotvnews.com, Selasa, 13 Oktober 2015. Hal ini juga diakui oleh Bobby yang sempat merasakan langsung dampak kebijakan ini kepada industri maritim Indonesia."Itu tidak bias dipungkiri," ungkap dia. Karena kekurangan kapal, perusahaan pelayaran asing pun menyasar kekosongan ini.Akibatnya pelayaran asing mendominasi industri maritim Indonesia.Pada tahun 1995 misalnya, jumlah kapal asing mencapai 6.397 unit sedangkan kapal nasional hanya 5.050 unit. Bahkan sebelum asas cabotage dikeluarkan pada 2005, 46 perse angkutan domestik dan 96 persen ekspor-impor dikuasai asing. "Sejak diterapkan, asas sabotage memberi dampak positif kepada pelayaran nasional," tutur CarmelitaNamun kebijakan yang tidak konsisten antar rezim membuat pengusaha pemilik kapal dan industri maritim masih sulit berkembang. Komunikasi antar kementerian terkait pun tidak lancar dan menyebabkan industri maritim tak dapat berlari.
Namun dengan naiknya Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang mengusung semangat menjadikan Indonesia poros maritim dunia, membawa angin segar bagi industri ini.
 "Kami menyambut baik saat Presiden Jokowi menyatakan akan menjadikan laut sebagai pendorong utama ekonomi nasional," pungkas Carmelita.









BAB III
PENUTUP
A.   KESIMPULAN
Jadi, tidak bisa dibantahkan lagi bahwa sesungguhnya Indonesia terlahir sebagai Negara maritim. Hal ini terbukti dari berbagai fakta sejarah yang ada, serta bukti kejayaan nenek moyang kita pada masa kerajaan – kerajaan, ditambah dengan peninggalan – peninggalan sejarah yang makin menguatkan fakta tersebut. Namun keadaan maritim Indonesia saat ini justru mengalami kemunduran yang signifikan, dikarenakan visi maritim tida lagi  jelas dan tidak mampunya masyarakat Indonesia melihat potensi dari posisi strategis nusantara.
Oleh karena itu, sudah sepantasnya jita kembali kapada visi maritim yang dulu seperti diterapkan nenek moyang kita, karena sejatinya Indonesia menyandang predikat “Negara Maritim” atau negara kepulauan. Sehingga dengan mengoptimalkan letak strategis dari Indonesia dan kekayaan sember daya bahari yang  melimpah, maka bukan mustahil jika Indonesia akan menjadi bangsa yang disegani dan diperhitunkan di dunia dalam bidang maritim layaknya dimasa jayanya dulu., tidak dapat dibantahkan lagi bahwa Indonesia memang terlahir sebagai Negara maritime.Sebelum Indonesia merdeka, nenek moyang telah menunjukkan bahwa Indonesia pada zaman dahulu sudah berlayar jauh dengan perahu sederhana dan ilmu yang mereka miliki melalui kebudayaannya. Hingga munculnya kerajaan-kerajaan maritime yang semakin memperkuat konsep “kemaritiman” Indonesia. Ditambah dengan puncak kejayaan Indonesia yang diraih oleh kerajaan Sriwijaya pada abad ke-11 semakin menambah keyakinan kita bahwa Indonesia memang Negara maritime yang kuat dulunya.Selain itu, kegiatan pengembaraan dan perikanan nelayan Indonesia pada masa lampau sangat menggambarkan jiwa kemaritiman yang tinggi.Mereka berlayar sampai ke NTT, Maluku, bahkan ke pantai utara Australia.





               B.   SARAN
Sebaiknya pemerintah bersama pemimpin – pemimpinya menciptakan persepsi kelautan yang  tepat bagi bangsa Indonesia, yakni laut sebagai tali kehidupan dan masa depan bangsa. Dengan persepsi demikian tersebut dapat memacu kesadaran akan arti penting maritim dalam pembangunan nasional.
Beberapa fungsi laut yang harusnya menjadi pertimbangan pemerintah dalam menetapkan kebijakan-kebijakan berbasis maritim adalah; laut sebagai media pemersatu bangsa, media perhubungan, media sumberdaya, media pertahanan dan keamanan sebagai negara kepulauan serta media untuk membangun pengaruh ke seluruh dunia, yang tujuan akhirnya tentulah penguasaan laut nasional yang dapat menegakkan harga diri bangsa.


     C.   DAFTAR PUSTAKA






Tidak ada komentar:

Posting Komentar